Izatul Muhidah Maulidiyah

  

http://toko-muslim.com/kitab-tafsir-al-jalalain-bihamisy-al-quran-al-karim/

Al-Qur’an sebagai Mu’jizat Nabi Muhammad SAW sekaligus kitab suci, pedoman umat muslim memuat ajaran-ajaran agama Islam. Penyebutan hukum yang ada di dalamnya secara global bukan terperinci. Dengan demikian, memahami ataupun menafsirkan teks yang ada di dalamnya membutuhkan penguasaan terhadap berbagai bidang keilmuan, salah satunya dalam bidang semantik. Perbuatan manusia banyak disebutkan di dalamnya dengan berbagai macam redaksi.

Secara bahasa al-Kasb berasal dari akar kata kasaba-yaksibu-kasban memiliki makna berusaha, bekerja, mencari nafkah. Sedangkan secara istilah al-Kasb merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah sehingga memunculkan manfaat dari upaya tersebut. 

Istilah ini diungkapkan oleh al-Raghib al-Asfahani dalam karyanya yang berjudul Mufradat al-Fadz al-Qur’an. Melalui pendekatan semantik, pengungkapan makna al-Kasb membutuhkan makna relasi dari lafadz lain yang mampu membentuk makna dari kata kunci yang ditentukan, hubungan yang ada akan membentuk medan semantik. Dalam hal ini, lafadz al-Kasb dalam al-Qur’an memiliki medan semantik sebanyak 6 kata, diantaranya: fa’ala, ‘amala, sa’a, qarafa, jaraha, dan shana’a.

Lafadz al-Kasb dalam al-Qur’an diulang 36 kali. Sering dimengerti bahwasanya makna al-Kasb identik dengan perbuatan mencari Rizqi, sedangkan lafadz al-Kasb dalam al-Qur’an memiliki berbagai macam makna, hal demikian disebabkan karena adanya kontekstualisasi tema yang dibicarakan dalam suatu ayat. al-Kasb bermakna perbuatan secara umum bisa kita lihat pada surat al-Baqarah ayat 281.

وَاتَّقُوْا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ إِلَى اللهِ ۗ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَايُظْلَمُوْنَ 

Artinya:”Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizhakii (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah [2]:281)

Lafadz al-Kasb dalam ayat ini memiliki makna perbuatan secara umum dikarenakan tidak adanya keterangan baik ataupun buruk, selain itu terikat dengan lafadz an-Nafs (diri manusia secara luas). Walaupun tidak ada penjelasan bentuk perbuatannya, pada ayat sebelumnya disebutkan mengenai jenis perbuatan (penginfakan harta yang baik yang diberikan kepada fakir miskin yang terikat di jalan Allah, pelipatgandaan pahala sedekah, jual beli yang dihalalkan, dan pengharaman riba), baru kemudian Allah menegaskan melalui ayat ini bahwa setiap individu akan Allah berikan balasan terhadap apa yang telah diperbuat di dunia dengan seadil-adilnya balasan.

Kemudian dengan memperhatikan lafadz al-Kasb pada Surat al-Baqarah ayat 141 akan ditemui makna Perbuatan yang baik. 

تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْخَلَتْ ۚ لَهَا مَاكَسَبَتْ وَلَكُمْ مَّا كَسَبْتُمْ ۚ وَلَاتُسْئَلُوْنَ عَمَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Artinya: “Itulah umat yang telah lalu. Baginya apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Dan kamu tidak akan ditanyaitentang apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]:141)

Lafadz al-Kasb memiliki makna perbuatan baik yang ada dalam ayat ini berlandaskan bahwa al-Kasb menyebut keislaman umat terdahulu yang bisa berupa keyakinan, amal dan akhlak. Dan al-Kasb umat Muhammad adalah amal yang dilakukannya.

Perbuatan buruk sebagai ragam makna dari lafadz al-Kasb yang ketiga setelah pebuatan secara umum dan perbuatan baik. Dimana Ayat yang memiliki makna perbuatan buruk dari lafadz al-Kasb salahsatunya adalah surat al-Baqarah ayat 79.

فَوَيْلٌ لِلَّذِيْنَ يَكْتُبُوْنَ الكِتٰبَ بِأَيْدِيْهِمْ ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ هٰذَا مِنْ عِنْدِاللهِ لِيَشْتَرُوْا بِهِ ۦثَمَنًا قَلِيْلًا ۖ فَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيْهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِّمَّا يَكْسِبُوْنَ

Artinya : “Maka celakalah orang-orang yang menulis al-Kitab dengan tangan mereka (sendiri), kemudian berkata, “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk menjualnya dengan harga murah. Maka celakalah mereka, karena tulisan tangan mereka, dan celakalah mereka, karena apa yang mereka perbuat.” (QS. Al-Baqarah [2]:79)

Lafadz al-Kasb pada ayat ini disebutkan dalam bentuk al-fi’l al-Mudhori’, yaksibun yang ada pada bagian akhir ayat. Yaksibun memiliki makna yang mereka kerjakan. Tidak ada spesifikasi dari pekerjaan yang dimaksud, namun konteks ayat menunjukkan perbuatan yang buruk, yaitu al-Ahlu al-Kitab Yahudi yang mengubah sifat Rasulullah yang telah tercantum dalam Taurat. Kata mereka merujuk al-Ahlu al-Kitab Yahudi yang mengubah sifat Rasulullah yang telah tercantum dalam Taurat.

Penulis menemukan bahwa perbuatan tentang harta (Rizqi) sebagai Makna lafadz al-Kasb pada bagian akhir. Pada bagian ini surat al-Baqarah ayat 267 sebagai salah satu contoh darinya 

يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا أَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الأَرْضِ ۖ وَلاَ تَيَمَّمُوْا الخَبِيْثَ مِنهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ

Artinya: “wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah [2]:267)

Lafadz al-Kasb pada ayat ini berbentuk isim. Walaupun terdapat keterangan hasil usaha yang baik-baik, namun ayat ini memiliki konteks perbuatan yang berkaitan dengan harta benda (Rizqi). Pesan yang terkandung dalam ayat ini mengenai penggunaan harta untuk diinfakkan dengan memilihkan barang yang masih baik dan layak untuk diberikan kepada sesama, dengan begitu mampu menarik senyuman bahagia darinya

Deskripsi makna dan contoh ayat al-Qur’an yang menyertai memberikan makna implisit bahwa satu kosa kata dalam Bahasa Arab, khususnya Bahasa al-Qur’an memiliki keragaman makna jika dikontekstualisasikan dengan tema bahasan. Sehingga dapat difahami bahwasanya makna yang terkandung dalam al-Qur’an memiliki keluasan makna, tujuan tertentu berdasarkan konteks sosial budaya, politik, dan psikologi.



Oleh : Izatul Muhidah Maulidiyah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Editor: Laili Noor Azizah

0 Comments